Alanwariyah – Biografi KH As’ad Syamsul Arifin Lengkap Keturunan, Putra Putri, Pendidikan hingga Karya
Di antara sekian banyak ulama di bumi Nusantara ini, K.H..R As’ad Syamsul Arifin merupakan seorang ulama yang terdepan. Kiai As’ad dikenal sebagai mediator berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Sebagaimana yang kita ketahui, peran beliau sangatlah penting dalam berdirinya Nahdlatul Ulama.
Dengan semangat yang menggebu-gebu serta kepatuhanya kepada sang murrabi K.H. Kholil Bangkalan, tercatat Kiai As’ad diutus khusus menuju Jombang guna membawa isyarat restu sang guru untuk berdirinya organisasi keagamaan ini.
Kiai As’ad Syamsul Arifin adalah ulama kharismatik asal Kabupaten Situbondo tepatnya di dusun Sukorejo. Beliau adalah pengasuh kedua pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo. Artikel ini akan menjelaskan lebih jauh mengenal sosok Kiai As’ad Syamsul Arifin sang mediator NU.
Beliau merupakan putra pertama dari ulama besar di masanya yaitu kiai Syamsul Arifin yang bernama asli Raden Ibrahim bersama istrinya Ny.HJ Siti Maimunah. Kiai As’ad kecil dilahirkan di kota Mekkah Al- mukarromah pada tahun 1897 di daerah yang bernama Syi’ib Ali yaitu salah satu desa kecil di kota Mekkah.
Dan ketika genap berusia enam tahun beliau dibawa pulang kembali ke Indonesia untuk kembali ke tempat para leluhurnya yaitu Pamekasan Madura. (Baca juga: Kiai As’ad Said Ali: Polarisasi Politik Ijtimak Ulama Harus Dihentikan dengan Musyawarah).
Pendidikan Kiai As’ad
Pendidikan pertama beliau dapat dari ayahnya sendiri yaitu Kiai Syamsul Arifin di Pondok Pesantren Kembang Kuning milik leluhurnya. Setelah menginjak usia remaja beliau dikirim oleh sang ayah untuk menuntut di pesantren yang lain, dan pesantren pertama yang beliau tempati untuk menimba ilmu adalah Pesantren Banyuanyar Pamekasan.
Selepas menimba ilmu di Pondok Pesantren Banyuanyar selama lebih kurang tiga tahun lalu beliau dikirim oleh sang ayah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus melanjutkan rihlah ilmiyah tepatnya di Madrasah Shaulatiyah yang mana sebagian besar muridnya berasal dari daerah melayu.
Di sana beliau belajar kepada ulama besar baik yang berasal dari tanah Melayu maupun dari Timur Tengah. Di antara gurunya adalah Sayyid Abbas Al-Maliki, Syekh Muhammad Amin Quthbi,dan salah seorang ulama Nusantara yaitu Syeikh Bakir yang berasal dari Yogyakarta.
Dan setelah pulang menimba ilmu di tanah Haram beliau pulang ke Indonesia dan kembali melanjutkan rihlah ilmiahnya, tepatnya di Pondok Pesantren Demangan asuhan Syaikhona Kholil Bangkalan di pesantren ini beliau banyak menerima ilmu hakikat sekaligus mendapat tugas besar untuk menyampaikan amanah mengenai berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama.
Kiai As’ad dan NU
Perannya terhadap organisasi islam terbesar ini sangat penting, beliau merupakan tokoh besar dari berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Beliau adalah mediator atas isyaroh berdirinya organisasi islam terbesar tersebut. Pada tahun 1924 beliau diutus oleh sang guru Syaikhona Kholil untuk mengantarkan tongkat dan tasbih yang menjadi isyaroh untuk mendirikan Organisasi Nahdlatul Ulama kepada Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari.
Kiai As’ad pun berangkat sembari menghafal surat Thaha ayat 17-23 untuk dibacakan dihadapan Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari berdasarkan pesan dari Syaikhona Kholil Bangkalan. Tak hanya itu beliau juga diamanahi untuk menyampaikan pesan Syaikhona Kholil berupa bacaan “Yaa Jabbar Yaa Qohhar”.
Dan hebatnya mulai berangkat hingga sampai di tebuireng Kiai As’ad tidak berani menyentuh tasbih yang dikalungkan di leher beliau, ketika sampai di hadapan Kiai Hasyim Asy’ari beliau memohon kepada Kiai Hasyim Asy’ari untuk mengambil tasbih yang dikalungkan oleh Kiai Kholil sendiri.
Dari dua pesan itu Kiai Hasyim Asy’ari menangkap dua isyaroh kuat tersebut yang mengartikan bahwasannya Syakhona Kholil telah memantapkan hati beliau dan merestui didirikannya Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Setahun kemudian, pada tanggal 31 Desember 1926 M / 16 Rajab 1344 H di Surabaya berkumpul para ulama se-Jawa-Madura. Mereka bermusyawarah dan sepakat mendirikan organisasi Islam Nahdlatul Ulama.